BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 LANDASAN TEORI
Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) UUBG
disebutkan bahwa:
“Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi
belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini
diberlakukan, untuk memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan
sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”
Hukum
Pranata di Indonesia
1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
6. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.
1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
6. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.
2.2 LANDASAN HUKUM
Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan untuk
memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun
2009.
Peraturan dan perundang-undangan yang
memuat IMB:
·
Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
·
Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
·
PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung.
BAB IV. PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG.
Bagian Pertama: Umum.
·
Pasal 7, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan
gedung."
·
Pasal 7, ayat (2): "Persyaratan administratif bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah,
status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan."
Bagian Kedua: Persyaratan Administratif
Bangunan Gedung.
·
Pasal 8, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
·
Pasal 8, ayat (4): "Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan
gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah."
UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang
BAB IV. TUGAS DAN WEWENANG.
Bagian Kesatu: Tugas.
·
Pasal 7, ayat (1): "Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat."
·
Pasal 7, ayat (2): "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada
Pemerintah dan pemerintah daerah."
·
Pasal 7, ayat (3): "Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki
orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
BAB VI. PELAKSANAAN PENATAAN RUANG.
Bagian Ketiga: Pengendalian Pemanfaatan
Ruang.
·
Pasal 35: "Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi."
·
Pasal 37, ayat (1): "Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan
masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
·
Pasal 37, ayat (2): "Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan."
·
Pasal 37, ayat (3): "Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum."
·
Pasal 37, ayat (4): "Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui
prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya."
·
Pasal 37, ayat (5): "Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat
pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan
penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin."
·
Pasal 37, ayat (6): "Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi
akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang
layak."
·
Pasal 37, ayat (7): "Setiap pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang."
·
Pasal 37, ayat (8): "Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur
perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah."
BAB VIII. HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN
MASYARAKAT .
·
Pasal 60: "Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan
penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada
pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian."
·
Pasal 61: "Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang;"
·
Pasal 63: "Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
dapat berupa:
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;"
PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
BAB I. KETENTUAN UMUM.
Pasal 1: "Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
6. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan
yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung
untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang berlaku.
7. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah
permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah
untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung."
BAB II. FUNGSI BANGUNAN GEDUNG.
Bagian Kedua: Penetapan Fungsi Bangunan Gedung.
Bagian Kedua: Penetapan Fungsi Bangunan Gedung.
Pasal 6, ayat (1): "Fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL."
Pasal 6, ayat (2): "Fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan gedung dalam pengajuan
permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 6, ayat (3): "Pemerintah daerah menetapkan
fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, dalam izin mendirikan
bangunan gedung berdasarkan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL."
Bagian Ketiga: Perubahan Fungsi
Bangunan Gedung.
Pasal 7, ayat (1): "Fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung dapat diubah melalui permohonan baru izin mendirikan bangunan
gedung."
Pasal 7, ayat (4): "Perubahan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam izin
mendirikan bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan
oleh Pemerintah."
BAB III. PERSYARATAN BANGUNAN
GEDUNG.
Bagian Pertama: Umum.
Bagian Pertama: Umum.
Pasal 8, ayat (2): "Persyaratan administratif
bangunan gedung meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan
dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung."
Bagian Kedua: Persyaratan
Administratif Bangunan Gedung.
Paragraf 3: Status Kepemilikan Bangunan Gedung.
Paragraf 3: Status Kepemilikan Bangunan Gedung.
Pasal 13, ayat (1): "Kegiatan pendataan untuk
bangunan gedung-baru dilakukan bersamaan dengan proses izin mendirikan bangunan
gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung."
Paragraf 4: Izin Mendirikan Bangunan
Gedung.
Pasal 14, ayat (1): "Setiap orang yang akan
mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan
gedung."
Pasal 14, ayat (2): "Izin mendirikan bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah daerah,
kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (3): "Pemerintah daerah wajib
memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang
bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin
mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (4): "Surat keterangan rencana
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan yang
berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi:
a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada
lokasi bersangkutan;
b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah
permukaan tanah dan KTB yang diizinkan;
d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan
gedung yang diizinkan;
e. KDB maksimum yang diizinkan;
f. KLB maksimum yang diizinkan;
g. KDH minimum yang diwajibkan;
h. KTB maksimum yang diizinkan; dan
i. jaringan utilitas kota."
Pasal 14, ayat (5): "Dalam surat keterangan
rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat juga
dicantumkan ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang
bersangkutan."
Pasal 14, ayat (6): "Keterangan rencana
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), digunakan
sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung."
Pasal 15, ayat (1): "Setiap orang dalam
mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan:
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau
tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
b. data pemilik bangunan gedung;
c. rencana teknis bangunan gedung; dan
d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi
bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan."
Pasal 15, ayat (2): "Untuk proses pemberian
perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat
pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan
pendapat publik."
Pasal 15, ayat (3): :Permohonan izin mendirikan
bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis disetujui dan disahkan oleh bupati/walikota, kecuali untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta oleh Gubernur, untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 15, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan
gedung merupakan prasyarat untuk mendapatkan pelayanan utilitas umum
kabupaten/kota."
Bagian Ketiga: Persyaratan Tata
Bangunan.
Paragraf 6: Pembangunan Bangunan Gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum.
Paragraf 6: Pembangunan Bangunan Gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum.
Pasal 29: "Bangunan gedung yang dibangun di atas
dan/atau di bawah tanah, air, atau prasarana dan sarana umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan
gedungnya dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak yang
berwenang."
Pasal 30, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan
gedung untuk pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) selain memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14 dan Pasal
15, wajib mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung dan dengan
mempertimbangkan pendapat publik."
BAB IV. PENYELENGGARAAN BANGUNAN
GEDUNG.
Bagian Pertama: Pembangunan.
Paragraf 2. Perencanaan Teknis.
Bagian Pertama: Pembangunan.
Paragraf 2. Perencanaan Teknis.
Pasal 63, ayat (5): "Dokumen rencana teknis
bangunan gedung berupa rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan
konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang-dalam, dalam
bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan
syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran
biaya pembangunan, dan/atau laporan perencanaan."
Pasal 64, ayat (1): "Dokumen rencana teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (5) diperiksa, dinilai, disetujui, dan
disahkan untuk memperoleh izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 64, ayat (3): "Penilaian dokumen rencana
teknis dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan
teknis dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan
gedung."
Pasal 64, ayat (7): "Persetujuan dokumen rencana
teknis diberikan terhadap rencana yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan
penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk persetujuan tertulis
oleh pejabat yang berwenang."
Pasal 65, ayat (1): "Dokumen rencana teknis yang
telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7) dikenakan biaya
izin mendirikan bangunan gedung yang nilainya ditetapkan berdasarkan
klasifikasi bangunan gedung."
Pasal 65, ayat (2): "Dokumen rencana teknis yang
biaya izin mendirikan bangunan gedungnya telah dibayar, diterbitkan izin
mendirikan bangunan gedung oleh bupati/walikota, kecuali untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dilakukan oleh Gubernur, dan untuk bangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah."
Paragraf 4. Pelaksanaan Konstruksi.
Pasal 68, ayat (1): "Pelaksanaan konstruksi
bangunan gedung dimulai setelah pemilik bangunan gedung memperoleh izin
mendirikan bangunan gedung."
Bagian Kedua: Pemanfaatan.
Paragraf 1: Umum.
Paragraf 1: Umum.
Pasal 72, ayat (1): "Pemanfaatan bangunan gedung
merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang
ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan gedung termasuk kegiatan
pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala."
Paragraf 5: Perpanjangan Sertifikat
Laik Fungsi Bangunan Gedung.
Pasal 81, ayat (1): "Perpanjangan sertifikat laik
fungsi bangunan gedung pada masa pemanfaatan diterbitkan oleh pemerintah daerah
dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk rumah tinggal tunggal dan rumah
tinggal deret, dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung
lainnya, berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung terhadap
pemenuhan persyaratan teknis dan fungsi bangunan gedung sesuai dengan izin
mendirikan bangunan gedung."
Bagian Keempat: Pembongkaran.
Paragraf 2: Penetapan Pembongkaran.
Paragraf 2: Penetapan Pembongkaran.
Pasal 91, ayat (2): "Bangunan gedung yang dapat
dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak
dapat diperbaiki lagi;
b. bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan
bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya; dan/atau
c. bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan
bangunan gedung."
Pasal 91, ayat (6): "Untuk bangunan gedung yang
tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c, pemerintah daerah menetapkan bangunan gedung tersebut untuk
dibongkar dengan surat penetapan pembongkaran."
BAB VI. PEMBINAAN.
Bagian Ketiga: Pembinaan oleh Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga: Pembinaan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 112, ayat (1): "Pemerintah daerah melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang bangunan
gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan
sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan
penetapan pembongkaran bangunan gedung."
BAB VII: SANKSI ADMINISTRATIF.
Bagian Pertama: Umum/
Bagian Pertama: Umum/
Pasal 113, ayat (1): "Pemilik dan/atau pengguna
yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi
administratif, berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan
bangunan gedung;
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung."
Bagian Kedua: Pada Tahap
Pembangunan.
Pasal 114, ayat (2): "Pemilik bangunan gedung
yang tidak mematuhi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dalam tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kalender dan tetap tidak
melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenakan sanksi berupa pembatasan kegiatan pembangunan."
Pasal 114, ayat (3): "Pemilik bangunan gedung
yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selama 14 (empat
belas) hari kalender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara pembangunan dan pembekuan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 114, ayat (4): "Pemilik bangunan gedung
yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama 14 (empat
belas) hari kelender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian tetap
pembangunan, pencabutan izin mendirikan bangunan gedung, dan perintah
pembongkaran bangunan gedung."
Pasal 115, ayat (1): "Pemilik bangunan gedung
yang melaksanakan pembangunan bangunan gedungnya melanggar ketentuan Pasal 14
ayat (1) dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin
mendirikan bangunan gedung."
Pasal 115, ayat (2): "Pemilik bangunan gedung
yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah
pembongkaran."
BAB VIII. KETENTUAN PERALIHAN.
Pasal 118: "Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah ini:
a. izin mendirikan bangunan gedung yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah dinyatakan tetap berlaku; dan
b. bangunan gedung yang belum memperoleh izin
mendirikan bangunan gedung dari pemerintah daerah, dalam jangka waktu paling
lambat 6 (enam) bulan sudah harus memiliki izin mendirikan bangunan
gedung."
Komentar
Posting Komentar