I.
Pelapisan
Sosial dan Kesamaan Derajat
1. Pengertian Pelapisan Sosial
Kata stratification berasal dari
kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A. Sorokin,
pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya
kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan
sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam
kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu. Oleh karena itu, mereka menuntut
gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota
masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi
mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Pelapisan sosial merupakan gejala
yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan
sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama
dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan
sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta
kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam
masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah
terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial
tinggi, sedang dan rendah.
Pelapisan sosial merupakan
perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam
kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya.
Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh
bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial,
serta kekuasaan dan wewenang
2. Terjadinya Pelapisan Sosial
·
Terjadi
Dengan Sendirinya
Proses ini
berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang
yagn menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdaarkan atas kesengajaan yang
disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan
sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk
pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan
kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan yang terjadi
dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata tertentu adalah
secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang
lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau
sakti.
·
Terjadi Dengan
Disengaja
Sistem
palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama.
Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas
dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat
peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya
kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical
maupun horizontal sistem ini dapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemeritnahan,
organisasi politik, di perusahaan besar. Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung
dua sistem ialah:
- Sistem Fungsional: Merupakan
pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja
sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja didalam organisasi
perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan lain-lain
- Sistem Scalar: Merupakan pembagian
kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal)
3. Perbedaan Sistem Pelapisan dalam Masyarakat
Menurut sifatnya, sistem
pelapisan dalam masyarakat dibedakan menjadi:
a)
Sistem
pelapisan masyarakat yang tertutup. Dalam sistem ini, pemindahan anggota
masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin
terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam sistem yang tertutup, untuk
dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena
kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya mengenal sistem
kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam:
· Kasta Brahma: merupakan kasta
tertinggi untuk para golongan pendeta
· Kasta Ksatria: merupakan kasta
dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua
· Kasta Waisya: merupakan kasta
dari golongan pedagang
· Kasta sudra: merupakan kasta dari
golongan rakyat jelata
· Paria: golongan bagi mereka yang
tidak mempunyai kasta, seperti kaum gelandangan, peminta, dsb.
b)
System
pelapisan masyarakat yang terbuka. Stratifikasi ini bersifat dinamis karena
mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan
mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
·
Seorang
miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
·
Seorang yang
tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan
usaha.
c)
System
pelapisan social campuran. Stratifikasi sosial campuran
merupakan kombinasi
antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta
Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke
Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus
menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
4. Teori Tentang Pelapisan Sosial
Bentuk konkrit daripada pelapisan
masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti:
a)
Masyarakat
terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
b)
Masyarakat
terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle
Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
c)
Sementara
itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah
(Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah
(Lower Class).
Para pendapat sarjana memiliki
tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan
masyarakat seperti:
·
Aristoteles
membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada yang kaya,
menengah, dan melarat.
·
Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan
bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap
masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya makan barang itu akan
menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
·
Vilfredo
Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu
golongan elite dan golongan non elite.
·
Gaotano
Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari
masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling
maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah
dan kelas yang diperintah.
·
Karl Marx,
menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan
istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat
yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang
tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses
produksi.
Dari apa yang diuraikan diatas,
akhirnya dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk
menggolongkan anggota masyarakatke dalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai
berikut:
·
Ukuran
kekayaan: Ukuran kekayaan dapat dijadikan suatu ukuran; barangsiapa yang
mempunyai kekayaan paling banyak, temasuk lapisan sosial paling atas.
·
Ukuran
kekuasaan: Barangsiapa yang mempunyai kekuasaan atau wewenang terbesar,
menempati lapisan sosial teratas
·
Ukuran
kehormatan: ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan.
Orang yang paling disegani dan dihormati, menduduki lapisan sosial teratas.
·
Ukuran ilmu
pengetahuan: Ilmu
pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Ukuran ini kadang-kadang menjadi negatif, karena ternyata bukan ilmu yang
menjadi ukuran tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal itu mengakibatkan
segala mecam usaha untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun secara tidak
halal.
Ukuran-ukuran diatas tidaklah
bersifat limitatif (terbatas), tetapi masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat dipergunakan. Akan
tetapi, ukuran-ukuran diatas yang menonjol sebagai dasar timbulnya pelapisan
sosial dalam masyarakat. Jadi kriteria pelapisan sosial pada hakikatnya
tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota masyarakat yang
bersangkutan.
5. Pengertian Kesamaan Derajat
Persamaan harkat adalah
persamaan nilai, harga, taraf yang membedakan makhluk yang satu dengan makhluk
yang lain. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang
dibekali cipta, rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban azasi manusia. Martabat
adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat. Sedangkan
derajat kemanusiaan adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusia sebagai
makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak dan kewajiban azasi. Dengan
adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus
mengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia.
Sikap ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik
dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan maupun di lingkungan
pergaulan masyarakat. Manusia dikarunian potensi berpikir, rasa dan cipta,
kodrat yang sama sebagai makhluk pribadi (individu) dan sebagai makhluk
masyarakat (sosial). Manusia akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama
manusia lainnya di dalam masyarakat.
Negara Indonesia yang kita cintai ini memiliki landasan moral atau hukum
tentang persamaan derajat.
1. Landaasan Ideal: Pancasila
2. Landasan Konstitusional: UUD 1945 yakni:
1. Landaasan Ideal: Pancasila
2. Landasan Konstitusional: UUD 1945 yakni:
a.
UUD
1945 pada alenia ke-1, 2, 3, dan 4
b.
Batang
Tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, ps. 28, ps. 29, ps. 30, ps. 31, ps.32,
ps.33, dan ps. 34 lihat amandemennya.
3.
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.
6. Pasal-pasal UUD 1945 Tentang Persamaan Hak
Negara
Republik Indonesia, menganut asas bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan
yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hukum ini dibuat dengan maksud untuk
melindungi dan mengatur masyarakat secara umum Ada empat pasal yang memuat
ketentuan tentang hak asasi manusia yakni pasal 27, 28, 29 dan 31.
·
Pasal 27
ayat 1 menetapkan bahwa; Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan Pemerintahan dan wajib menjujung hukum dan pemerintahan tanpa
kecuali.
·
Pasal 27
Ayat 2; hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
·
Pasal 28;
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang.
·
Pasal 29
ayat 2; Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh
negara.
·
Pasal 31;
(1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran (2) pemerintah
mengusahakan dan menyelnggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur
dengan Undang-Undang.
7. 4 Pokok Hak Asasi dalam 4 Pasal yang Tercantum pada UUD 1945
Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan
mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Jika dilihat, ada empat
pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi, yakni pasal 27,
28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam 4 pasal yang
tercantum di UUD 1945 adalah sebagai berikut:
•
Pokok
Pertama, mengenai kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum
dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa “Segala Warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya
suatu kewajiban dasar di samping hak asasi yang dimiliki oleh warga negara,
yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu
sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human Rights” itu
secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27
ayat 2, ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
•
Pokok
Kedua, ditetapkan dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan oleh Undang-Undang”.
•
Pokok
Ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama
bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut: “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
•
Pokok
Keempat, adalah pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran yang
berbunyi: (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan (2)
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional,
yang diatur dengan undang-undang”.
8. Pengertian Elite
Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk
sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti
lebih yang khusus dapat diartikan sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang
tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite
dimaksudkan: “posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial
yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat
kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas”.
Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat
menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitenya berbeda sama
sekali dengan elite di dalam masyarakat primitif.Di dalam suatu lapisan
masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci ataumereka
yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kebijaksanaan.
mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya,
pensiunan dan lainnya lagi.Para pemuka pendapat (opinion leader) inilah pada
umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya
merupakan elite masyarakatnya.
9. Fungsi Elite dalam Memegang Srategi
Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik
dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun
homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri
sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan
kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan golongan
minoritas ini
Didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap
peranan yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam
meletakkan,dasar-dasar kehidupan yang akan dating. Golongan minoritas yang
berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa adan menentukan
dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi
yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai
sosial.
Golongan elite sebagai minoritas sering
ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain:
a. Elite
menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan
masyarakat secara keseluruhan.
b. Faktor
utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan yang
dilandasi oleh kemampuan baik yanag bersifat fisik maupun psikhis, material
maupun immaterial, merupakan heriditer maupun pencapaian.
c.
Dalam
hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar jika
dibandingkan dengan masyarakat lain.
d.
Ciri-Ciri
lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di atas adalah imbalan
yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya.
10. Pengertian Massa
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu
pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa
hal menyerupai crowd, tapi yanag secara fundamental berbeda dengannya dalam
hal-hal yang lain.
Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan
serta dalam perilaku massal sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh
beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka
yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai diberitakan dalam pers,
atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
11. Ciri-ciri Massa
Terhadap beberapa hal yang penting sebagian
ciri-ciri yang membedakan di dalam massa:
1.
Keanggotaannya
berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang
dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat
kemakamuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka
sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti suatu proses peradilantentang
pembunuhan misalnya melalui pers.
2.
Massa
merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat, tersusun dari
individu-individu yang anonim.
3.
Sedikit
sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggota¬anggotanya.
Komentar
Posting Komentar